Trading Jangka Panjang Lebih Beresiko dibanding Trading Jangka Pendek
Walau tidak populer, ada juga yang berpendapat bahwa trading jangka panjang lebih beresiko dibanding trading jangka pendek. Jadi berkebalikan dengan pendapat sebelumnya bahwa trading jangka pendek lebih beresiko dibanding trading jangka panjang. Nah lho. Jadi mana yang benar nih?
Menurut Sekolah Saham. Pendapat ini juga ada benarnya. Namun, tidak serta-merta pendapat lainnya juga salah. Kedua-duanya ada benarnya. Sekarang yang penting kita tahu alasan dibelakangnya. Sebelumnya, kita telah membahas mengapa trading jangka pendek lebih beresiko. Sekarang mari lihat sisi lainnya.
Mari melihat alasan mengapa trading jangka panjang lebih beresiko. Jelas resiko ini bukan muncul karena trading frekuensi tinggi. Trading jangka panjang jelas akan membuat trader bertransaksi tidak terlalu sering. Transaksi akan lebih jarang dilakukan. Dapat kita sebut sebagai trading frekuensi rendah.
Namun, ternyata trading frekuensi rendah ini juga dapat berbahaya bagi trader. Bahayanya mirip-mirip dengan trading frekuensi tinggi walau dengan sebab yang berbeda. Jika trading frekuensi tinggi berbahaya karena volatilitasnya. Trading frekuensi rendah berbahaya karena lamanya waktu hold. Berikut detailnya:
Kehilangan Kepercayaan Diri
Pada trading frekuensi rendah. Setelah membeli, kita akan memegang sebuah saham cukup lama. Tidak terpengaruh pada sinyal-sinyal jangka pendek. Tentu ini akan menyebabkan kita ikut dalam setiap kenaikan dan penurunan yang terjadi. Tingkat kenaikan dan penurunan yang dialami akan jauh lebih tinggi dibandingkan jangka pendek.
Tingkat kenaikan lebih tinggi tentu bukan masalah. Malah inilah yang diharapkan. Semakin tinggi tingkat kenaikan, semakin membahagiakan. Masalahnya terletak pada tingkat penurunan. Tingkat penurunan yang dialami akan lebih tinggi dibandingkan jangka pendek. Ini yang berbahaya.
Jika tidak kuat, dapat mencederai psikologi kita. Melihat penurunan yang dalam kita gemetaran. Tidak bisa berpikir jernih hingga akhirnya memutuskan untuk menjual. Padahal sinyal jual belum muncul. Eh, setelah dijual malah naik lagi, dan terus naik lebih tinggi dari harga tertinggi sebelumnnya.
Psikologis kita akan semakin terpuruk. Jika sering mengalami hal ini, kepercayaan diri pun akan runtuh. Kehilangan kepercayaan diri. Kita merasa bahwa tidak mungkin untung di bursa. Kita tidak cocok untuk terjun dalam dunia trading. Pada akhirnya kita akan meninggalkannya — meninggalkan dengan kerugian yang besar atau malah bangkrut.
Kehilangan Potensi
Trading frekuensi rendah juga menyebabkan kita kehilangan potensi. Potensi dari kenaikan dalam jangka pendek. Seperti yang sudah dijelaskan, dalam trading frekuensi rendah, kita mengabaikan sinyal-sinyal jangka pendek. Kita lebih memegang saham yang sudah dibeli dalam jangka panjang.
Nah, ini yang menyebabkan kita kehilangan potensi untuk menikmati setiap kenaikan dalam jangka pendek. Dalam jangka pendek, ketika turun, akan keluar sinyal jual. Hingga kita tidak akan ikut jika terjadi penurunan yang lebih dalam lagi. Ini yang tidak dapat kita lakukan dalam trading jangka panjang.
Kita akan terus ikut dalam penurunan yang terjadi selama sinyal jual jangka panjang belum muncul. Sayangnya, sinyal jual ini (seringnya) akan muncul setelah penurunan yang sangat dalam. Dalam hal ini, kita kehilangan potensi untuk tidak mengalami kerugian yang dalam tersebut.
Kesimpulan
Nah, dari bahasan diatas. Dapat disimpulkan bahwa trading jangka panjang bisa juga lebih beresiko dibandingkan trading jangka pendek. Resiko ini lebih jika dipandang dari sudut lamanya memegang sebuah saham yang sudah dibeli. Berbeda dengan resiko trading jangka pendek yang lebih disebabkan oleh volatilitas.