Duh, harganya dah naik telalu tinggi.
Takut ah, nanti kalo beli tinggal turunnya saja.
Nanti kebagian cuci piring saja.
Hati-hati, harganya sudah di awan
Kata-kata di atas (harusnya) sering kita dengar — jika tidak mau dikatakan sering kita ucapkan. Kata-kata ini gambaran dari rasa takut ketika kita melihat sebuah saham harganya telah naik terus-menerus. Kebetulan kita tidak berhasil membelinya ketika harga belum naik terlalu tinggi.
Alhasih, kitapun ragu-ragu ketika hendak membeli dan kemudian menyesal karena ternyata harganya terus bergerak naik jauh lebih tinggi lagi. Inilah penyesalan yang sering muncul disaat pasar sedang dalam tren naik (Bullish). Termasuk salah satu penyakit trader.
Penyakit takut ketinggian. Tentu kita harus menghindarinya. Jika telah terjangkit, kita harus menyembuhkannya. Jika tidak, niscaya tidak akan dapat memperoleh hasil yang optimal dari trading yang kita lakukan. Jadi, bagaimana cara mengatasi penyakit ini?
Ternyata solusinya cukup sederhana. Kita hanya perlu menyadari karakteristik dari tren naik (Bullish), dan kemudian menanamkannya dalam kesadaran kita. Apa itu? Mari kita lihat gambar dibawah ini:
Yup, gambar di atas adalah sebuah pergerakan harga saham ketika tren naik (Bullish). Sekarang perhatikan candlestick hitam. Candlestick hitam ini menggambarkan bahwa ketika sedang tren naik (Bullish) terjadi juga penurunan disana-sini.
Namun pada akhirnya, harga akan terus bergerak lebih tinggi lagi. Inilah karakteristik dari sebuah tren naik (Bullish). Jadi, harusnya, ketika sedang tren naik (Bullish) kita jangan takut untuk membeli. Walau harga sudah naik tinggi.
Toh, walau setelah kita beli, harga kemudian bergerak turun, itu cuma sementara. Pada akhirnya harga akan bergerak ke tingkat yang lebih tinggi lagi. Jadi, sudah jelas, dalam tren naik (Bullish) tidak perlu takut beli di ketinggian. Tentu ini dalam perspektif jangka panjang.