Kejadian di US sono, baru-baru ini, membuat saya sadar betapa sedang sakitnya pasar – atau lebih tepatnya betapa sakitnya psikologi para pelaku pasar. Mosok, ketika data yang keluar jelek, eh, malah bursa sahamnya naik. Dan jika saya ingat-ingat kejadian kebelakang, sepertinya hal ini sudah beberapa kali terjadi. Pasar malah bereaksi positif ketika data perekonomian yang ada negatif. Dan terjadi kebalikannya.
Ketika data perekonomian US positif, malah pasar bereaksi negatif. Jika kejadiannya hanya di US sono sih, tidak akan saya bahas di sekolah saham ini. Tapi ternyata, pasar keuangan US masih jadi barometer dunia. Termasuk barometer bagi Bursa Saham Indonesia (BEI). Alhasih, mau tak mau, kejadian di bursa saham US mempengaruhi Bursa Saham Indonesia juga. Inilah yang membuat saya akhirnya menjadi sadar bahwa pasar memang sedang terjadi anomali.
Anomali ini disebabkan oleh program stimulus yang dikeluarkan oleh The Fed. Stimulus inilah yang membuat para pelaku pasar merespon negatif setiap data positif dari ekonomi US, dan sebaliknya, merespon positif setiap data negative dari ekonomi US. Ini terjadi karena ketika data ekonomi positif, peluang dihentikannya dana stimulus akan membesar. Sebaliknya, ketika data ekonomi negative, peluang dihentikannya dana stimulus akan mengecil.
Jelaslah sudah mengapa pasar merespon data perekonomian US tidak semestinya. Jadi, apa yang harus kita lakukan sebagai trader retail? Mestikah kita memaksakan untuk tetap mengikuti pola normal atau mengikuti pola sekarang, pola yang anomaly? Saran saya sih, ikuti saja pasarnya. Jika pasar memang sedang berlaku anomali, manfaatkanlah. Manfaatkanlah keanomalian tersebut untuk menghasilkan keuntungan dari bursa saham.