Kill the message, don’t the messenger
Jika sering diskusi atau debat, jargon diatas harusnya akrab di telinga (atau mata). Jargon tersebut berarti kita harus fokus kepada pesan bukan siapa yang menyampaikan pesannya. Fokus mencari kebenaran dari pesan bukan mengadili si pembawa pesan. Dan ternyata hal ini sangat tepat diterapkan dalam bisnis saham.
Sering kita lihat orang mengatakan bahwa si anu begini, si anu begitu, jangan dengarkan analisa (atau rekomendasi) nya. Pokoknya orangnya tidak dapat dipercayalah. Ini adalah sikap “kill the messenger” — membunuh si pembawa pesan. Pesannya sama sekali diabaikan dalam hal ini.
Ini akan sangat merugikan secara jangka panjang. Memang mungkin benar analisa (rekomendasi) nya beberapa kali salah. Tapi kemungkinan besar tidak akan selalu salah. Pasti suatu saat ada yang benar. Inilah yang kita akan lewatkan ketika bersikap “kill the messenger”. Rugi bukan?
Dan hal ini bukan hanya sebatas analisa atau rekomendasi saja. Bisa juga diterapkan ketika belajar ilmu bisnis saham. Jangan lihat siapa yang mengajarkan, tapi lihat apa yang diajarkannya. Dengan demikian (setidaknya) kita memperbesar peluang untuk tidak melewatkan ilmu yang benar-benar berguna.
Tidak melewatkannya hanya karena tidak suka pada yang mengajarkan ilmu tersebut. Jujur saja, beberapa pengetahuan bisnis saham (dan saya terapkan) berasal dari orang-orang yang diragukan sebagai trader (oleh banyak orang). Tapi saya tidak mau terjebak melihat orangnya, saya melihat ilmu yang disampaikan.
Jika ternyata ilmu tersebut bisa membantu memperoleh hasil yang optimal dari bisnis saham, mengapa tidak digunakan hanya karena tidak suka pada orang yang menyampaikannya. Toh, Warren Buffett saja berguru pada Benjamin Graham yang murni scientist bukan seorang investor. Bukan siapa-siap dalam bisnis saham. Mengapa kita tidak?