Mulai deh, setiap ada kejadian di bursa – entah itu naik (Bullish) atau turun (Bearish) –, mulai bermunculan alasan-alasan dalam bentuk berita. Biasanya berita-berita ini begitu meyakinkan hingga yang membacanya akan sangat percaya. Mereka-mereka ini pada akhirnya mengambil keputusan berdasarkan berita tersebut. Ini sangat berbahya. Berita-berita seperti ini biasanya lebih sebagai tanda akhir sebuah tren bukan awal tren.
Sebagai contoh, mari kita ambil kondisi Bursa Saham Indonesia (BEI) yang sedang dalam tren turun (bearish). Setelah beberapa lama, mulai bermunculan berita-berita yang mendeskripsikan mengapa pergerakan IHSG terus turun. Mulai dari isu pelemahan rupiah, kenaikan BI Rate, sampai tapering. Berita-berita tersebut terlihat sangat intelektual. Berita-berita tersebut membuat seolah-sola bursa saham akan kiamat dalam waktu dekat ini.
Harga saham akan turun sangat dalam. Tentu solusinya adalah cut loss terlebih dahulu. Memang sih, berita tersebut bisa saja benar. Namun perlu diingat, berita tersebut muncul setelah tren turun (Bearish) sudah berlangsung cukup lama. Jangan-jangan malah tren turun (bearish) sudah mau berakhir. Akan sangat merugikan jika mengambil keputusan untuk cut loss. Cut loss karena terpengaruh berita-berita yang beredar.
Inilah yang saya sebut sebagai bahaya ketika menggunakan berita sebagai landasan keputusan untuk berbisnis saham. Berita-berita tersebut seringnya terlambat disbanding pergerakan yang terjadi di bursa saham. Padahal alasan penurunan sangat sederhana yakni karena harga saham sudah dirasa terlalu mahal. Ya, harga saham sudah kemahalan menurut konsensus pasar. Titik. Cukup tahu itu. Tidak perlu mencari banyak alasan yang terlihat intelektual.
Sesuai dengan hukum paling dasar dalam ekonomi – hukum permintaan dan penawaran, sesuatu yang sudah dianggap kemahalan akan mengurangi permintaan. Otomatis, harganya akan turun karena penawaran tetap atau bahkan bertambah. Harga akan bergerak turun untuk menemukan titik kesetimbangan baru. Titik dimana permintaan dan penawaran kembali seimbang. Jadi mengapa bursa terus turun? Ya, karena sudah kemahalan.