Investor itu kerjaannya (biasanya) tidak jauh-jauh dari Laporan Keuangan (LK). Tepatnya menganalisa Laporan Keungan dengan menggunakan Analisa Fundamental (FA) lalu memutuskan apakah sebuah saham layak beli. Apakah harga terkini saham murah, sama, atau mahal jika dibandingkan harga fundamentalnya. Jika murah, ya posisi beli. Jika sama atau malah mahal, ya posisi jual.
Kelihatannya sederhana bukan? Tapi ya tidak sesederhana kelihatannya juga. Penulis sendiri sampai sekarang masih tidak bisa jika disuruh murni pakai Analisa Fundamental (FA) saja. Suka tiba-tiba kena penyakit kepala dadakan jika dipaksakan menganalisa Laporan Keuangan mengguanakan Analisa Fundamental. Bisanya cuma memakai FA yang sudah disederhanakan. Jadi, bagi penulis, Analisa Fundamental (FA) itu tidak sederhana. Entah buat orang lain.
Namun, sedikit-sedikit,, penulis tahu juga apa dan bagaimana Analisa Fundamental. Jadi bisalah sedikit menggambarkan proses didalamnya. Seperti topik artikel kali ini. Jebakan Laporan Keuangan. Ini berdasarkan pemahaman penulis bahwa ternyata tidak semua hal dalam perusahaan dapat dituangkan dalam Laporan Keuangan. Ada saja hal yang ternyata tidak dapat diperoleh dari menganalisa sebuah Laporan Keuangan. Sebagus apapun Laporan Keuangan tersebut. Sebagu apapun analisa yang kita lakukan terhadapnya.
Untuk lebih memahaminya. Mari gunakan sebuah cerita. Jadi begini, setelah melakukan analisa terhadap Laporan Keuangan, si A dengan PD nya membeli sebuah saham. Ini karena menurut hitungan, harga terkini saham tersebut jauh lebih murah dari harga fundamentalnya. Keuntungan besar sudah didepan mata. Setidaknya itulah pendapat si A sehingga membeli saham tersebut dalam jumlah yang besar.
Dengan sabar si A menunggu sampai harga saham tersebut bergerak ke harga fundamentalnya. Tapi kok ya tidak naik-naik. Si A terus sabar. Eh, setelah lama bersabar, harga saham mulai bergerak. Sialnya, malah bergerak turun. Bingunglah si A. Bolak-balik mengecek Laporan Keuangan dan melakukan analisa. Hasilnya masih sama. Secara fundamental (berdasarkan Laporan Keuangan) harga terkini saham murah. Bahkan semakin murah karena telah bergerak turun.
Tentu si A dengan PD nya menambah jumlah saham yang dibeli. Toh akhirnya bakal naik hingga harga fundamentalnya. Tentu keuntungan yang didapat akan semakin besar. Namun, setelah menunggu, menunggu, dan menunggu harga saham tersebut tidak naik-naik. Tampaknya orang-orang tidak pernah menyadari betapa bagusnya fundamental dari saham tersebut. Al hasih, selama apapun menunggu, ya harganya tidak naik-naik menuju harga fundamentalnya.
Hem… apa yang salah dalam hal ini? Semua hitungan fundamental mengatakan bahwa saham tersebut sudah sangat murah. Harusnya tinggal menunggu naiknya saja. Tapi ya, kok tidak naik-naik. Sudah menunggu bertahun-tahun eh, malah bergerak semakin turun. Ada apa ini? Tentu kondisi ini sangat membingungkan bagi si A yang cuma melihat Laporan Keuangan dari perusahaan. Setiap dihitung ulang, saham tersebut malah semakin murah dan memberi sinyal beli.
Selidik punya selidik, ternyata perusahaan tersebut dalam persepsi kebanyakan pelaku bursa saham adalah perusahaan yang biasa-biasa saja. Memang tidak jelek, tapi juga tidak terlalu wah. Persepsi tersebut ternyata tertanam sangat kuat di benak orang-orang. Sehingga sebbagus apapun Laporan Keuangan, orang tidak akan tertarik pada sahamnya. Inilah kondisi brand perusahaan tersebut. Jadi tidak heran, jika harganya tidak akan bergerak naik.
Inilah yang tidak terlihat dalam Laporan Keuangan. Si A pun terjebak karena terlalu mengandalkan Laporan Keuangan dalam melakukan analisanya. Mungkin memang pada suatu saat persepsi orang-orang akan berubah sehingga harga saham tersebut akan naik. Namun selagi menunggu (yang bisa sangat lama), si A telah mengalami kerugian — rugi waktu. Modal yang seharusnya dapat berkembang menjadi mati di saham tersebut.
Jadi, tidak ada salahnya jika para investor jangan terlalu terpaku pada Laporan Keuangan saja. Memang Laporan Keuangan tetaplah menjadi hal utama untuk dianalisa. Namun jangan menutup mata juga pada faktor-faktor lain diluar Laporan Keuangan. Dengan menyadari faktor-faktor lain tersebut, akan sangat membantu untuk meraih hasil yang lebih optimal dari investasi yang dilakukan. Jangan sampai pengalaman si A menjadi pengalaman anda. Selamat ber-investasi!