Hampir mayoritas orang Indonesia sangat anti akan hutang. Denger hutang aja dah gemeteran. Gimana kalo beneran berhutang? Bisa-bisa nggak tidur-tidur. Kepikiran beratnya untuk membayar. Kepikiran rasa takut kalo tidak bisa membayar.
Yah, emang budaya kita begitu sih. Hutang dipandang sebagai hal yang memalukan. Hal yang selagi bisa, harus dihindari. Hutang adalah solusi terakhir ketika tidak ada solusi lainnya. Setidaknya begitulah yang Sekolah Saham dapatkan dari didikan lingkungan dari mulai kecil. Berhutang itu tidak baik. Titik.
Namun ada benarnya juga jika dipikir-pikir. Setidaknya kita jadi tidak bakal pernah terlilit utang. Gimana mau terlilit toh berhutang aja takut bukan? Jadinya tentu sangat aman dari kasus dikejar-kejar para pemberi pinjaman. Aman sentosa deh pokoknya.
Namun, jika ditilik lebih dalam ada ruginya juga. Kita jadi takut untuk berhutang sekalipun benar-benar butuh. Misalnya jadi modal usaha. Kita akan sangat menghindari untuk berhutang. Akibatnya usaha kita sangat sulit berakselerasi tumbuh lebih cepat. Pertumbuhannya hanya semenjana. Atau malah akhirnya kita bangkrut tergilas saingan yang berani berhutang.
Nah, dapat dilihat betapa besar peluang kerugian karena takut berhutang ini bukan? Jadi bagaimana donk? Habis takut terlilit hutang sih. Lagian hidup jadi tidak nyaman dengan adanya hutang. Nggak apa-apa deh nggak maju asal tidak punya hutang. Alasan ini mungkin langsung berhamburan.
Ketakutan untuk berhutang ini memang sudah mengakar kuat dalam diri. Mau gimana lagi, ya nggak? Ya nggaklah. Kita harus dapat menyusun ulang mindset takut berhutang ini agar jangan merugikan.
Solusinya adalah kita harus memahami bahwa hutang itu (seperti halnya segala sesuatu di dunia ini) tidak mutlak jelek dan tidak mutlak baik. Tergantung bagaimana kita menggunakannya dan apa tujuan kita. Ini yang harus kita dalami.
Kita harus dapat memisahkan mana berhutang baik dan mana berhutang jelek. Untungnya cukup mudah membedakannya. Cukup kategorikan hutang sebagai hutang konsumtif atau hutang produktif.
Hutang konsumtif-lah yang harus kita hindari. Kalo utang produktif, ya harus kita kejar malah.
Hutang konsumtif dalam hal ini adalah berhutang untuk hal-hal yang tidak membantu untuk mendapatkan uang lebih banyak lagi. Misalnya membeli jam mewah, dsb.
Hutang produktif dalam hal ini adalah berhutang untuk hal-hal yang akan sangat membantu untuk mendapatkan uang lebih banyak lagi. Misalnya membeli bahan baku usaha, dsb.
Nah, jika kita dapat menerapkan hanya ber-hutang produktif, maka tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari berhutang. Malah dianjurkan untuk terus berhutang. Toh, produktif untuk menghasilkan uang lebih banyak lagi. Hutang memang pangkal kaya dalam hal ini.
Tidak perlu takut berhutang toh hutang pangkal kaya.