Ah, saya nggak mau ngikut rekomendasinya ah, seringnya bergerak sebaliknya. Saya nggak percaya sama analisanya, seringnya salah.
Pendapat diatas terjadi karena salah pengertian. Mengertinya trader saham itu — apalagi yang sudah berani membagikan rekomendasi dan analisa — pasti selalu benar. Bahwa mereka-mereka membagikan rekomendasi atau analisanya karena sudah yakin pasti benar. Pendapat ini salah besar.
Salah pengertian ini terjadi karena memang sudut pandang yang berbeda. Jika sudah berpengalaman, harusnya sadar bahwa selalu benar itu tidak mungkin. Yang penting bagaimana ketika benar, dan bagaimana ketika salah. Menjadi benar tidak pernah menjadi tujuan. Pemula banyak yang belum paham soal ini.
Para pemula masih menganggap bahwa harus selalu benar. Setidaknya harus lebih sering benar dibandingkan salah. Menjadi benar adalah tujuan. Jelas jadinya tidak akan ketemu. Satunya menganggap harus selalu benar. Satunya menganggap salah pun tidak apa-apa.
Maka muncullah komentar-komentar yang tidak mengenakkan . Seolah-olah seseorang itu tidak layak untuk dipercaya karena ternyata sering salah — baik rekomendasi atau analisanya. Padahal trading saham bukan tentang benar-salah. Trading saham itu adalah tentang untung-rugi.
Jadi, jikapun sering salah, kalo masih untung, ya trader tersebut layak dipercaya. Layak belajar darinya. Lah, bagaimana bisa untung jika sering salah? Tentu bisa. Kita harus melihat secara akumulatif. Akumulatif dari rugi ketika salah dan untung ketika benar.
Trader haruslah membatasi kerugian ketika salah dan membiarkan keuntungan terus membesar ketika benar. Maka secara akumulatif, (harusnya)besar keuntungan lebih besar dari besar kerugian. Jadi biarpun lebih sering salah, selama masih pernah benar, trader tersebut masih untung.
Jika selalu salah, ya lain soal. Trader seperti itu sudah pasti rugi. Jadi, sekali lagi, bukan dilihat apakah rekomendasi atau analisanya selalu benar. Lihatlah untung atau rugi. Menjadi benar tidak pernah menjadi tujuan untuk trading saham. Menjadi untunglah tujuannya.