Mahal dan Murah.
Kedua istilah itu sudah sangat akrab bagi para investor. Terutama mereka-mereka yang menggunakan Analisa Fundamental (FA) sebagai alat bantunya.
Mahal biasanya merujuk pada harga terkini saham yang sudah berada di atas harga fundamentalnya (valuasinya).
Murah biasanya merujuk pada harga terkini saham yang sudah berada di bawah harga fundamentalnya (valuasinya).
Jadi, dalam hal ini, mahal atau murah merujuk pada nilai valuasi saham. Nilai valuasi ini diperoleh dari aspek-aspek kinerja (yang berkaitan dengan saham tersebut) yanng dibedah dengan pisau Analisa Fundamental (FA).
Namun ternyata, mahal dan murah ini tidak ekslusif pada para investor saja. Mahal dan murah juga ternyata dikenal oleh para trader yang menggunakan Analisa Teknikal (TA).
Tentu saja, defenisi mahal dan murah nya trader berbeda dengan investor. Bagi trader. Mahal dan murah merujuk arah pergerakan harga saham. Tentu arah ini diketahui dengan menggunakan Analisa Teknikal (TA).
Arah pergerakan saham cenderung menaik berarti saham tersebut murah. Semahal apapun itu menurut Analisa Fundamental (FA).
Arah pergerakan ssaham cenderung menurun berarti saham tersebut mahal. Semurah apapun itu menurut Analisa Fundamental (FA).
Jadi mahal dan murah dalam Analisa Teknikal (TA) lebih merujuk pada arah pergerakan harga saham. Bukan nilai dari sebuah saham. Selama arahnya naik ya murah. Sebaliknya, selama arahnya turun ya mahal.
Dapat juga dilihat dalam sudut pandang arah pergerakan tren. Mahal dan murah pada Analisa Teknikal (TA) ditentukan oleh arah tren.
Dalam tren naik (Bullish) berarti saham itu murah, layak untuk dibeli walau dalam jangka pendek sedang turun — selama tren naiknya tidak patah.
Dalam tren turun (Bearish) berarti saham itu mahal, tidak layak untuk dibeli walau dalam jangka pendek sedang naik — selama tren turunnya tidak patah.
Dan iya betul, penentuan arah tren ini kembali dilakukan dengan menggunakan Analisa Teknikal. Jadi mahal dan murah dalam TA itu tergantung arah pergerakan harga atau arah tren yang sedang terjadi.