Asing dan lokal adalah sebuah dikotomi yang sering didengar dalam Bursa Saham Indonesia (BEI). Sering kita dengar bahwa IHSG turun dalam karena asing menarik kembali dananya. IHSG naik tinggi karena asing sedang menanamkan dananya. Lokal diminta untuk mulai membeli saham-saham agar IHSG tidak semakin turun dalam. Lokal sudah mulai masuk sehingga IHSG mulai naik kembali. Jadi jelas sudah dikotomi asing dan lokal ini menggambarkan apa bukan?
Ya, dikotomi ini menggambarkan asal dana yang diinvestasikan di Bursa Saham Indonesia – dari luar Indonesia (asing) atau dari dalam Indonesia (lokal). Dalam hal ini yang paling berperan adalah para manager investasi atau perusahaan investasi. Untuk asing, mari kita ambil JP Morgan sebagai contohnya. Untuk lokal, kita bisa gunakan Jamsostek sebagai contohnya. Sayangnya, sampai saat ini masih asing yang dapat menggerakkan harga.
Untuk lokal, masih jadi pengikut saja selama ini. Padahal saya dengar selentingan bahwa besarnya dana asing dan dana lokal sudah hampir berimbang. Logikanya, asing seharusnya bukan lagi faktor utama pergerakan harga di Bursa Saham Indonesia. Toh, dananya sudah tidak berbeda jauh lagi, bahkan hampir seimbang. Tapi ternyata asing masih menjadi pihak yang menggerakkan harga. Setidaknya itulah yang tercermin dari kejatuhan bursa baru-baru ini.
Setelah saya renung-renungkan dan mengamati para trader saham yang saya kenal maka saya sampai kepada kesimpulan bahwa itu karena lokal masih gampang kena serangan panik. Dilain pihak, asing tampak sangat yakin dengan apa yang dilakukannya. Terlihat sangat percaya diri dalam situasi apapun. Setiap tindakannya (kelihatan) telah dipikirkan jauh-jauh hari. Ini yang (mungkin) mayoritas lokal tidak memilikinya. Lokal reaktif sedangkan asing proaktif.
Selama ini terjadi, maka lokal hanya akan menjadi pengikut saja, tidak akan dapat menentukan pergerakan harga. Begitu asing menjual sahamnya (dengan alasan tertentu) maka lokal akan terkena serangan panik jual karena pas membeli hanya ikut-ikutan saja — tidak dibekali oleh analisa yang kuat. Hal inilah yang membuat asing masih menjadi penggerak harga hingga saat ini padahal untuk jumlah dana dan banyaknya transaksi sudah seimbang.